Pemerintah Sudah Waktunya Intervensi Konsumsi Plastik 

GTG
- Rabu, 19 Desember 2018 | 05:31 WIB
foto: Istimewa
foto: Istimewa

beritajowo.com / JAKARTA - Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Haryanto menjelaskan, sudah saatnya pemerintah melakukan intervensi terhadap konsumsi plastik dengan dua pendekatan. Pertama dari sisi permintaan dan kontrol.

"Kondisi sampah plastik sampai di Indonesia, di perkotaan, jumlahnya hapir 38,5 juta ton per tahun, di mana pertumbuhan setiap tahunnya sampai 2,4%. Secara nasional pertumbuhan sampai 200 ribu ton per hari. Di Bantar Gebang, 17%-nya sampai plastik, di mana 62%-nya berupa KBP atau Kantong Belanja Plastik, Organik 68%, karet logam baja 16%, plastik 17%, kertas 6%," paparnya.
 
Selain itu, plastik dan KBP memenuhi karakteristik barang bisa kena cukai, yakni konsumsi perlu dikendalikan, peredaran perlu diawasi, menyebabkan eksternalitas negatif bagi masyarakat maupun lingkungan, dan pengenaan pemungutan negara untuk menjamin asa keadilan dan keseimbangan.

"Jika dilihat dari empat karakteristik tadi, di Indonesia barangnya apa? Banyak sekali, kan. Hasil tembakau, minuman keras,” serunya.

Ia mencontohkan, di Thailand saja ada 16 macam barang kena cukai, sedangkan di Inggris ada 10, termasuk konsumsi gasolin. 

"Rata-rata memang tadi, hasil tembakau, minuman etil alcohol, dan minuman mengandung alcohol. Tidak semua jenis plastik dikenakan cukai. Makanya, harus jelas jenisnya apa. Yang diusulkan selama ini, berdasarkan penelitian segala macam, kenapa yang diusulkan adalah KBP, karena hampir semua industri menggunakan plastik,” tuturnya.

Hanya saja, ia memastikan, dalam menerapkan cukai plastik pihaknya mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk duduk bersama. Di antaranya untuk menentukan jenis plastik yang akan dikenakan? Bagaimana cara pemungutannya?  “Gak mungkin, kan, tas kresek dikasih pita cukai? Di tingkat apa akan dikenakan?,” cetusnya.

Ia mengakui, sisi komersial dengan kebijakan fiskal memang tidak bisa selamanya berjalan beriringan. “Titik temunya di mananya? Di ease of administration. Tapi, sedapat mungkin nanti akan kita atur supaya memenuhi kebutuhan masing-masing," imbuhnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan, pihaknya masih tak setuju dengan adanya pungutan cukai plastik ini. Penerapan cukai plastik ini pun dinilai tak menyelesaikan masalah untuk perbaikan manajemen sampah yang saat ini masih ruwet dan salah dosis. "Kalau memang masalahnya di sampah, yang salah itu ada di perilaku manusia, bukan di plastik. Yang harus diperbaiki manajemen sampahnya. Kami juga selalu berupaya untuk melakukan manajemen sampah," tambah Fajar.

Fajar menambahkan, target penerimaan cukai plastik sebesar Rp 500 miliar pada tahun 2018 dan Rp 500 miliar pada tahun 2019 tak sebanding dengan kehilangan penerimaan negara dari pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Pasalnya, dengan penerapan cukai plastik ini, diperkirakan akan ada potensi turunnya PPh dan PPN sebesar Rp1,5 triliun karena produksi plastik yang menyusut akibat permintaan plastik yang juga menurun.

Editor: GTG

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X