Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Minta Reproduksi Film G30S/PKI untuk Pulihkan Luka Bangsa

Kompas.com - 20/09/2017, 15:20 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meminta pemerintah memberikan gambaran yang utuh tentang peristiwa 1965 jika ingin membuat ulang film tentang sejarah tersebut.

Pemerintah diminta tidak menggunakan versi monopolistik penguasa.

Demikian disampaikan Koordinator Kontras Yati Andriyani mengomentari keinginan Presiden Joko Widodo agar film G30SPKI bisa dinikmati oleh gerenasi milenial.

"Jokowi bilang mau bikin film milenial, itu mungkin bagus, tapi harus ada ukuran yang jelas. Tidak ada versi monopolistik penguasa, memberikan potret yang utuh, dia juga harus ditujukan untuk memulihkan luka bangsa," kata Yati ditemui usai diskusi di Jakarta, Rabu (20/9/2017).

(baca: Jokowi Ingin Ada Film G30SPKI Versi Kekinian)

Yati menambahkan, lantaran film Peristiwa '65 ini juga masih sangat sensitif, penuh kekerasan dan propaganda, maka seharusnya rencana pemutaran kembali film G30SPKI dibarengi dengan upaya-upaya korektif negara terhadap peristiwa tersebut secara menyeluruh.

"Jangan sampai nanti malah berujung pada kebencian kembali, stigma yang terus terjadi, diskriminasi yang terus terjadi. Pemutaran kembali film harusnya dibarengi dengan upaya-upaya korektif negara terhadap Peristiwa '65 secara menyeluruh," kata Yati.

"Ini kan upaya-upaya korektifnya tidak dilakukan, tetapi filmnya kembali akan diputar," katanya.

 

(baca: KPAI: Acara Nonton Bareng Film G30S/PKI di Sekolah Perlu Dikaji Ulang)

Apalagi masyarakat yang menonton film tersebut saat ini sudah sangat berbeda kondisinya dengan satu-dua dasawarsa lalu dimana media sosial belum begitu marak.

Yati menuturkan, apabila pemerintah peduli terhadap kehidupan bangsa ini, maka tidak boleh ada monopoli atau klaim satu pihak tertentu atas apa yang terjadi sebelum, saat, serta dampak dari Peristiwa '65, atau perseteruan politik saat itu.

"Dan cara pandangnya tidak harus cara pandang penguasa. Tapi coba lihat cara pandang masyarakat, atau siapapun, yang menjadi korban akibat peristiwa itu. Ruang-ruang (korektif) itu kan tidak pernah ada. Baru bicara sedikit, sudah dibilang PKI, dibilang komunis," pungkas Yati.

(baca: Ini Alasan Panglima TNI Perintahkan Pemutaran Film G30S/PKI)

Jokowi sebelumnya menanggapi ajakan nonton bareng pemutaran film Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S PKI) yang dilakukan oleh berbagai kalangan di masyarakat.

Presiden menekankan bahwa menonton film apalagi mengenai sejarah itu penting. Tetapi untuk anak-anak milenial yang sekarang, menurut Presiden, seharusnya dibuatkan lagi film yang disesuaikan dengan gaya mereka.

Dengan begitu, para anak muda ini akan dengan mudah memahami bahayanya komunisme.

“Akan lebih baik kalau ada versi yang paling baru, agar lebih kekinian, bisa masuk ke generasi-generasi milenial,” kata Presiden Jokowi usai meresmikan Jembatan Gantung Mangunsuko, di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (18/9/2017) siang, seperti dikutip setkab.go.id.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com