Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Otto Cornelis Kaligis telah memberikan uang total 27 ribu dolar AS dan lima ribu dolar Singapura kepada tiga hakim dan satu panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan untuk mempengaruhi putusan terkait penyelidikan korupsi bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, jaksa KPK Yudi Kristiana, mendakwa Kaligis bersama-sama dengan Moh Yagari Bhastara Guntur alias Gary, Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti memberikan uang kepada Tripeni Irianto Putro selaku hakim PTUN Medan sebesar lima ribu dolar Singapura dan 15 ribu dolar AS.

Selain itu, menurut jaksa, dia memberikan uang kepada Dermawan Ginting dan Amir Fauzi selaku hakim PTUN masing-masing lima ribu dolar AS dan Syamsir Yusfan sebesar dua ribu dolar AS selaku panitera dengan maksud untuk mempengaruhi putusan hakim dalam perkara No 25/G/2015/PTUN-MDN.

Yudi mengatakan perkara tersebut merupakan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan Undang-Undang No.30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan atas Penyelidikan tentang dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara agar putusannya mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Ahmad Fuad Lubis.

Awalnya, ada Surat panggilan permintaan keterangan dari Kejati Sumatera Utara tanggal 19 Maret 2015 kepada Bendahara Umum Daerah Pemprov Sumut APBD 2012 Ahmad Fuad Lubis berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejati Sumut tanggal 16 Maret 2015 tentang dugaan korupsi Dana Bansos, BDB, BOS tunggakn DBH dan Penyertaan Modal sejumlah BUMD pada Pemprov Sumut, dan oleh karenanya meminta OC Kaligis sebagai kuasa hukumnya.

"Sehubungan dengan kekhawatiran pemanggilan permintaan keterangan tersebut akan mengarah kepada Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut, kemudian Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti datang ke kantor terdakwa di Jalan Majapahit Blok B 122-123 Jakarta Pusat untuk berkonsultasi," ungkap jaksa Yudi.

Gatot bertemu dengan OC Kaligis, Gary, Yulius Irawansyah, Anis Rivai di kantor itu untuk membahas bagaimana mencari cara agar panggilan-panggilan tersebut tidak mengarah kepada Gatot.

"Kemudian terdakwa menyarahkan agar tidak usah datang atas permintaan keterangan tersebut dan mengusulan permohonan pengujian kewenangan Kejati Sumut ke PTUN Medan," jelas jaksa Yudi.

Gatot pun menyetujui hal itu sehingga sekitar April 2014, Ahmad Fuad Lubis menunjuk OC Kaligis dan tim sebagai penasihat hukumnya.

OC Kaligis, Gary dan Yurinda Tri Achyuni alias Indah pada akhir April 2015 kemudian menemui menemui panitera PTUN Medan, Syamsir Yusfan untuk dipertemukan dengan Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro.

Saat bertemu dengan Tripeni, Tripeni hanya mengatakan "silakan dimasukkan saja, nanti akan kita periksa".

Setelah berkonsultasi, Gary dan Indah keluar ruangan lebih dulu, sedangkan Kaligis tetap di ruangan dan memberikan amplop berisi uang 5.000 dolar Singapura kepada Tripeni Irianto Putro.

Selanjutnya Kaligis kembali menemui Syamsir Yusfan di ruangannya dan memberikan uang 1.000 dolar AS.

Gugatan tersebut baru didaftarkan pada 5 Mei 2015, namun sebelum gugatan didaftarkan Kaligis menghubungi Gatot agar menyiapkan transportasi.

Pada 5 Mei 2015, Kaligis dan Gary kembali datang ke kantor PTUN dan menemui Tripeni di ruangan. Kaligis juga memberi Tripeni beberapa buku karangannya beserta satu buah amplop berisi uang 10 ribu dolar AS agar Tripeni menjadi hakim yang menangani gugatannya.

Setelah itu, Kaligis pulang ke Jakarta sedangkan Gary bertemu dengan Tripeni, dan dua hakim lain yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi untuk diperkenalkan sebagai majelis hakim dengan Tripeni sebagai ketua.

Dalam pertemuan itu, Amir Fauzi berpendapat bahwa keputusan berupa surat panggilan Kejati Sumut yang dijadikan objek permohonan adalah tidak tepat menurut ketentuan pasal 21 Undang-Undang No.30/2014.

"Yang tepat menjadi objek permohonan adalah keputusan dan atau tindakan pemohon (Ahmad Fuad Lubis) dalam kaitannya dengan Penggunaan Dana Bansos, BDB, BOS dan tunggakan DBH dan penyertaan modal sejumlah BUMD," kata jaksa Trimulyono menirukan pernyataan Amir Fauzi.

Atas perbedaan pendapat itu, pada Juni 2015, setelah sidang Kaligis bertemu dengan Amir Fauzi di ruangannya untuk membahas keterangan ahli dengan mengatakan "Bagaimana Pak keterangan ahli yang kami ajukan? Apakah sesuai dengan pendapat Bapak?"

"Hal itu ditanyakan terdakwa untuk mengorek pendapat Amir Fuazi. Namun Amir Fauzi menjawab 'Saya tidak dapat memberikan penjelasan terkait perkara yang sedang berjalan.' Setelah itu terdakwa mengatakan 'Kalau Bapak tidak sependapat, Bapak bisa dissenting'," ungkap jaksa menirukan pernyataan Kaligis.

Selanjutnya, pada 1 Juli 2015, Sekretaris dan Kepala Bagian Administrasi dari kantor OC Kaligis and Associates, Yenny Octarina Misnan, melapor ke Kaligis terkait penerimaan uang 30 ribu dolar AS dan Rp50 juta (total sekitar Rp455 juta) dari Evy Susanti.

Kaligis memerintahkan Yenni memasukkan uang ke dalam lima amplop, tiga amplop masing-masing berisi 5.000 dolar AS dan dua amplop berisi 1.000 dolar AS.

Amplop berisi uang itu kemudian diserahkan Yenni ke Kaligis dan malam harinya Kaligis, Gary, Indah berangkat ke Medan menggunakan penerbangan pukul 19.30 WIB.

Pada Kamis, 2 Juli 2015, Kaligis, Gary dan Indah menemui Tripeni di ruangannya dan mendesak agar gugatan itu dimasukkan dalam wewenang PTUN sesuai pasal 21 UU No.30/2014.

"Setelah itu, Gary dan Indah keluar ruangan lebih dulu, sedangkan terdakwa masih tetap dalam ruangan dan menyerahkan sebuah amplop warna putih kepada Tripeni, namun Tripeni menolak, dan amplop tersebut dibawa kembali oleh terdakwa," jelas jaksa.

Saat akan bertemu dengan Dermawan dan Amir, Dermawan pun tidak datang sehingga Kaligis menyuruh Gary menunggu di kantor PTUN Medan untuk menemui Dermawan Ginting agar menjelaskan kesimpulan yang sudah dibuat, sedangkan Kaligis dan Indah pulang ke Jakarta.

Gary akhirnya bertemu dengan Dermawan dan memaparkan secara hukum terkait UU No 30 tahun 2014.

"Terdakwa OC Kaligis yang menghendaki agar putusan sesuai dengan petitum yaitu surat perintah penyelidikan Kepala Kejati Sumut dan surat panggilan permintaan keterangan Kejati Sumut dinyatakan tidak sah serta meminta adanya pengawasan internal lebih dulu," tambah jaksa Ahmad Burhanuddin.

Setelah mendengar paparan Gary, Dermawan menemui Amir di ruangannya dan mengatakan Kaligis melalui Gary datang menyampaikan permintaan bantuan agar dikabulkan permohonannya dengan menjanjikan pemberian uang.

Keduanya sepakat memenuhi permintaan Kaligis dengan syarat Kaligis bertemu dengan Dermawan pada 5 Juli 2015.

Pada 4 Juli 2015, Dermawan dan Amir menghadap Tripeni untuk musyawarah majelis hakim. Pada pertemuan itu, Dermawan menyampaikan pertemuannya dengan Gary yang meminta bantuan.

Tripeni mengatakan bahwa Gary juga meminta bantuannya. Saat itu Tripeni meminta Dermawan dan Amir untuk memikirkan agar memenangkan gugatan tersebut.

"Kemudian Tripeni mengatakan bahwa jangan masuk Surat Perintah Penyelidikan Kejati Sumut karena itu bersifat umum atau pidana, tapi cukup di surat permintaan ketenagaan karena bersifat khusus, akhirnya mereka sepakat gugatan dikabulkan sebagian dan Dermawan Ginting ditunjuk untuk membuat konsep putusan," ungkap jaksa Trimulyono.

Di Jakarta, OC Kaligis pun bertemu dengan Evy di kantornya untuk meminta uang lagi 25 ribu dolar AS karena uang yang sebelumnya sebesar 25 ribu dolar AS telah diberikan ke tiga hakim, tapi masih butuh dana tambahan lagi supaya aman.

"Atas hasil pertemuan itu, pada 4 Juli 2015, sekitar pukul 17.30, Evy menyampaikan kepada Gatot Pujo Nugroho," terang jaksa.

Pada 5 Juli 2015 bertempat di halaman kantor PTUN Medan, Kaligis menyerahkan uang kepada Dermawan dan Amir.

"Pada waktu itu terdakwa meminta Indah mengeluarkan dua buku dan amplop-amplop. Selanjutnya terdakwa memerintahkan Gary untuk memberi dua buku yang di dalamnya masing-masing diselipkan amplop putih berisi 5.000 dolar AS kepada Dermawan Ginting dan Amir Fauzi di tempat parkir gedung PTUN Medan," jelas jaksa.

OC Kaligis kemudian memberikan dua amplop putih berisi uang kepada Indah dengan mengatakan "simpan ini". Indah kemudian menyimpannya di tas tangan hitam milik Gary.

Saat itu OC Kaligis mengatkan "OK Gary saja yang simpan, itu yang tipis amplopnya kasih ke Pansek Syamsir Yusfan, dan yang satunya simpan dulu".

Kaligis dan Indah kemudian kembali ke Jakarta, sedangkan Gary tetap tinggal di Medan untuk menyerahkan amplop kepada Syamsir Yusfan.

Pada 6 Juli 2015 pagi, Kaligis menghubungi Gary untuk memastikan pemberian amplop. Kaligis pun memerintahkan Gary memastikan pertimbangan putusan mengabulkan permohonan dengan mengatakan "Kalau bisa bilang ke paniteranya dibikin itu aja, diketik aja dia sekarang, kan ketahuan kan pertimbangannya, kau ngomong sama paniteranya, kau kasih itu dolarnya dulu".

Pada hari yang sama, Dermawan dan Amir bertemu Tripeni dan melaporkan bahwa keduanya telah menerima uang dari Gary pada 5 Juli 2015, namun uang dari Gary tidak sesuai harapan. Kemudian Tripeni pun menjawab "Itu kan hanya sebagian yang dikabulkan"

Pada Selasa, 7 Juli 2015 pukul 11.00 WIB, majelis hakim memutuskan mengabulkan permohonan pemohon sebagian yaitu menyatakan adanya unsur penyalahgunaan wewenang dalam surat permintaan keterangan Fuad, menyatakan tidak sah keputusan permintaan keterangan Fuad dan menghukum Kejati Sumut untuk membayar perkara sebesar Rp269 ribu.

Setelah selesai sidang, Gary menemui Syamsir di ruangan dan menyerahkan amplop berisi 1.000 dolar AS dengan mengatakan "Ini THR dari Pak OC Kaligis", kemudian Gary bersama Anis Rifai pulang ke Jakarta, sedangkan uang untuk Tripeni rencananya diserahkan langsung oleh Kaligis.

Padahal pada 8 Juli 2015, Syamsir menelepon Gary dan mengungkapkan bahwa Tripeni akan mudik, sehingga Gary pun diperintahkan untuk mengantarkan uang itu keesokan harinya.

Gary pun diantar Syamsir menemui Tripeni di ruangannya dan menyerahkan amplop putih berisi uang dengan mengatakan "Ini ada titipan dari Pak OC Kaligis untuk mudik" dan Tripeni menerima amplop berisi 5.000 dolar AS. Pada saat Gary keluar dari pintu utama kantor PTUN Medai, ia ditangkap oleh petugas KPK.

"Setelah penangkapan Gary, terdakwa menelepon Yenny Octarina untuk mengamankan berkas Medan," jelas jaksa Ahmad Burhanuddin.

Atas dakwaan tersebut Kaligis mengatakan akan langsung mengajukan eksepsi.


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015